Kamis, 31 Oktober 2013

Cerpen GADIS PEJUAL KOPI

Siang itu terasa seperti malam, awan hitam membendung cahaya matahari untuk menyinari bumi. Air hujan yang turun tiada henti membasahi tanah dari pagi hari, kabut tebal mengurangi jarak pandang. Cuaca hari itu menyurutkan semangat banyak warga untuk beraktivitas, alam memang sedang tidak bersahabat tetapi tidak menurut Reno, baginya alam ikut merasakan apa yang dia rasakan saat itu.


Reno duduk termenung di sebuah halte bus dimana ia biasanya menunggu bus sekolahnya lewat. Kendaraan pun hanya terlihat sesekali melintas. Di halte itu hanya ada dua orang saja yaitu Reno dan seorang gadis penjual kopi seduh yang terbiasa berjualan di halte setelah sepulang sekolah tapi hari itu dia berjualan dari mulai pagi. Badan Reno yang basah kuyup terkena guyuran air hujan membuat Reno menggigil kedinginan di tambah lagi dia tidak menggunakan mantel, hanya seragam sekolah saja yang membungkus badannya, biasanya sang ibu selalu mengingatkannya untuk mengenakan mantel apabila hujan tiba tapi tidak untuk hari itu. Hal itu yang membuat Reno sangat bersedih mengenang ayah dan ibunya. Kedua orang tuanya itu telah meninggal enam bulan yang lalu akibat kecelakaan pesawat terbang saat hendak keluar kota.

Keadaan Reno saat itu mengundang perhatian gadis penjual kopi yang sedang berdiri disamping barang dagangannya. Gadis itu pun membuatkan Reno kopi susu lalu menghampiri Reno. “kenapa kamu bersedih..? mau kopi susu.., gratis ko..? ya lumayan lah biar kamu tidak terlalu kedinginan..” gadis itu duduk di samping Reno sambil menyodorkan gelas plastik yang berisi kopi susu yang baru saja dia buat.

Reno pun menatap gelas plastik yang di sodorkan gadis itu lalu tatapannya beralih kearah wajah gadis itu. “ Cantik-cantik kok jualan kopi…,” Reno berkata dalam hati. Gadis itu memang cantik, wajah ayu khas gadis-gadis dari daerah jawa tapi hal itu masih belum mampu mengusir kesedihan yang sedang merundung hati Reno. “Siapa kamu..? siapa bilang aku sedang bersedih. Tidak perlu gratis pula aku masih mampu bayar, bila perlu aku borong semua kopi itu.? jawab Reno sinis. “Sudah ambil dulu lalu minum.., panas tau tangan ku ini memegangnya terlalu lama..,” sambil tersenyum ringan gadis itu menegaskan kembali bahwa dia sedang menawari Reno segelas kopi susu, Reno pun menerimanya dengan ekspresi wajah yang belum berubah lalu Reno meminumnya secara perlahan. “terima kasih ya” ucap Reno. “ Kamu orang kaya? namaku Retno..Sudah jangan bohong.., raut wajahmu berkata yang sebenarnya kepadaku.., kamu siapa dan kenapa kamu bersedih” sambil mengayun-ayunkan kaki dan melihat keadaan di sekelilingnya yang sepi. “Namaku mirip seperti namamu, aku Reno.., memang bisa di bilang aku dari keluarga berada tapi semuanya terasa tiada berarti, kedua orang tuaku meninggal enam bulan yang lalu akibat kecelakaan pesawat..,walaupun kakakku masih ada tapi dia sudah punya suami jadi tidak mungkin dia mengurusiku” jawab Reno. Retno tersenyum mendengar jawaban dari Reno tersebut.
“Sudah jangan bersedih.., tak ada gunanya. Lagi pula ini hari kamis kan? Kenapa kamu bolos..? banyak anak ingin duduk di kelas, bercanda sama teman-teman dan menerima pelajaran dari guru. Tapi kamu malah menyia-nyiakannya..?” sesekali Retno menoleh ke arah barang dagangannya. “kamu tidak mengerti posisiku saat ini.. aku kesepian.., tidak ada lagi yang mengingatkanku memakai mantel, tidak ada lagi yang meneleponku untuk memastikan aku ada di sekolah terlebih lagi saat cuaca seperti ini. Yang kamu tahu hanyalah harga kopi yang kamu jual itu, jadi berhentilah menasehatiku..,!!!.

Mendengar perkataan Reno membuat Retno mengeleng-gelengkan kepalanya seraya berkata dalam hati.”Pantas saja kamu kesepian dengan sifatmu yang angkuh, dingin dan keras kepala seperti ini mana mungkin kamu dapat teman..,” Retno jadi kehilangan simpatinya pada Reno. “Dasar anak manja.., pantas saja kamu kesepian, bagiku kopi seperti sebuah kehidupan,gula melambang seperti apa kita menjalani hidup tersebut dan pembeli melambangkan kepuasan dalam menjalaninya, ketika kopi itu terasa pahit aku bisa tahu berapa banyak takaran gula yang ku tambah agar kopi itu terasa manis sesuai selera pembelinya.. maaf saja bila kopi susu yang ku berikan itu kurang enak atau tidak kamu sukai karena aku tidak tahu seleramu..” kali ini Retno tidak berkata dalam hati melainkan berkata secara tegas sambil membereskan barang dagangannya.

Hujan telah reda hanya tinggal renyai, kabut pun mengiringi langkah Rento yang pergi meninggalkan Reno di halte itu tapi dia membalikan badannya setelah melangkah beberapa meter dari halte “ Hey boy.., bersedih dan menyesali kepergian orang tuamu tidak akan mampu membuat mereka hadir kembali di sisimu..,” Retno sedikit mengencangkan suaranya karena tersaingi dengan rauman mesin bus yang saat itu melintas di depan halte.
Reno tidak menghiraukan kepergian Retno si gadis penjual kopi itu, akan tetapi kata-kata yang keluar dari mulut Retno membuat Reno berfikir dalam-dalam dan mencoba mengingat-ingat setiap kalimat dan mencernanya secara baik-baik.

Hari menjelang sore awan gelap telah bergeser bergantian dengan indahnya awan putih untuk menghiasi langit kota itu. Tanpa sadar Reno masih memegang gelas plastik bekas kopi susu yang Retno berikan. Tubuhnya sudah tidak merasakan dingin lagi karena seragamnya sedikit mengering dan dia pun beranjak pulang dengan menaiki taksi.

Keesokan harinya Reno datang kesekolah seperti biasa lagi walaupun hampir saja terlambat karena semalaman dia tidak dapat tertidur setiap kali matanya terpejam maka bayangan kejadian di halte itu muncul sehingga membuat Reno sadar dan menyesal telah berlaku tidak baik kepada gadis penjual kopi itu.


Bel sekolah pun berbunyi tepat setelah dia masuk pintu gerbang. Reno pun berlari menuju ruang kelasnya. Sesampainya dikelas, “Ada apa ini rey..?” Reno bertanya kepada Rey teman sebangkunya. Sambil mengamati para anggota lembaga sekolahnya sedang menyodorkan kotak amal kepada tiap siswa di kelas itu.
“Kamu mau nyumbang tidak..? ayah dari adik kelas kita baru saja meninggal rabu kemarin akibat serangan jantung.., dana hasil sumbangan ini rencananya akan di alokasikan untuk mengganti biaya pemakamannya agar adik kelas kita itu bisa kembali sekolah tanpa harus bersusah payah mencari uang demi mengganti biaya pemakaman yang dia pinjam dari tetangganya..,” jawab Rey berbisik kepada Reno. “Emang adik kelas kita yang mana.., kelas berapa” Tanya Reno dengan rasa penasarannya setelah mendengar penjelasan dari Rey. “Itu loh.., Retno. Kelas 1B yang suka berjualan kopi di halte depan taman” jawab Rey. Bukan hanya kita seorang yang punya masalah dalam hidup. Setiap orang memiliki masalah dalam hidupnya. Jangan pernah mengira kita mendapat cobaan yang terberat dari sang pencipta. Pasti ada orang lain yang merasakan sulitnya cobaan yang lebih berat dari kita dan orang yang dalam hidupnya sering mendapat cobaan akan lebih pintar mengahargai hidup jika menjalani dengan ikhlas ketimbang orang yang dalam hidupnya normal-normal saja.

0 komentar:

Posting Komentar